Kisah ini bermula ketika ada seorang yatim yang memiliki padang rumput yang telah dibangun dinding di sekelilingnya. Namun, di tengah itu ada sebuah pohon kurma yang akan membuat temboknya menjadi bengkok. Pemuda yatim itu pun meminta pohon kurma yang tumbuh di lahan tetangganya untuk dimasukkan ke dalam areanya, tapi tetangga itu menolak.
Kisah Abu Dahdah yang menjual kebunnya untuk Allah dapat menjadi pelajaran bahwa sesungguhnya hidup di dunia hanyalah sementara. Kehidupan hakiki ada di kehidupan akhirat. Namun, masih banyak orang yang tidak menyadari hal ini yang dibuktikan bahwa mereka lebih mementingkan kehidupan di dunia.
Pemuda itu pun mengadu ke Rasulullah dan meminta tolong pada beliau. Namun, permintaan Rasulullah pun ditolaknya dan beliau tidak dapat memaksakan otoritasnya pada tetangga itu karena memang pohon kurma itu adalah haknya. Meskipun demikian, Rasulullah pun tidak menyerah untuk membantu pemuda yatim itu. Beliau mengatakan pada tetangga itu untuk menjual pohon kurma pada pemuda itu dan kelak ia akan mendapatkan pohon kurma di surga dimana 100 tahun pun ia mengendarai kuda, maka ia akan tetap berada di naungan keteduhan pohon kurma itu. Tapi, dengan rasa marahnya tetangga itu menolak dan pergi.
Di dekatnya, terdapat beberapa orang yang sedang berkumpul. Salah satunya adalah Abu Dahdah. Ia menghampiri Rasul dan bertanya jika ia membeli pohon kurma itu, apakah hadiah tersebut masih bisa didapatnya.
Semua orang mengetahui bahwa Abu Dahdah memiliki padang rumput di Madinah yang ditanami dengan 500 pohon kurma, sumur, dan rumah. Inilah harga satu-satunya yang dipunyai Abu Dahdah. Meskipun demikian, setelah ia tahu imbalan yang didapatnya adalah surga, maka ia tidak lagi ragu menjual padang rumputnya itu. Demi sepohon kurma di dalam syurga ia pun rela meninggalkan semua kekayaannya itu.
Kemudian Abu Dahdah mendatangi tetangga itu dan bertanya apakah ia mau menukarkan pohon kurma dengan semua yang ada di padang rumputnya itu. Lalu, Abu Dahdah berseru pada orang-orang untuk menjadi saksinya. Di hadapan Rasulullah, tetangga itu menerima tawaran Abu Dahdah. Setelah itu, pohon kurma diberikan pada pemuda yatim yang menginginkan pohon itu.
Kedermawanan yang dimiliki Abu Dahdah menambah penukaran hadiah yang akan ia dapatkan di surga. Allah tidak hanya memberikan sebatang pohon, melainkan sebuah kebun kurma dimana buahnya sangat banyak, bahkan sangat sulit untuk dihitung. Padahal, kurma di padang rumput Abu Dahdah yang semula sudah memiliki buah yang begitu banyak, terlebih pada pohon di surga kelak. Inilah nikmat yang akan didapatkan Abu Dahdah sang pembeli pohon kurma di surga.
Sesampainya di rumah, Abu Dahdah memperlihatkan sang istri padang rumputnya yang telah dijual untuk ditukar dengan pohon kurma di surga. Lantas, sang istri pun senang dan bangga atas keputusan suaminya ini, karena apa yang dilakukan oleh suaminya akan sangat menguntungkan mereka.
Berdasarkan kisah di atas, kita diperlihatkan bagaimana orang yang dibutakan dengan kenikmatan dunia yang sementara. Mereka lebih mengutamakan kehidupan di dunia tanpa memikirkan bagaimana nasibnya ketika di akhirat kelak. Tawaran yang begitu menguntungkan pun ia tolak karena ia tidak dapat melihat betapa besarnya tawaran yang diberikan oleh Allah. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim janganlah kita buta terhadap kemewahan dunia karena semua itu dapat hancur begitu saja. Sedangkan, kenikmatan di akhirat bersifat abadi. Demikian kisah Abu Dahdah yang menjual kebunnya untuk Allah dan untuk surga-Nya.
0 Komentar untuk "Kisah Abu Dahdah yang Menjual Kebunnya Untuk Allah"